Friday, March 17, 2017

LEGENDA NARASAON

LEGENDA NARASAON
(Manurung, Sitorus, Sirait, Butar-Butar)

Datu Pejel datang dari Limbong menuju Sibisa manandang Hadatuon sembari menjalankan hobbinya “Marultop”. Ia sampai ke Sibisa karena mengejar-ngejar “Anduhur”. Menyadari usianya sudah mulai makin tua, Datu Pejel melakukan semedi, memohon Kepada Mulajadi Na Bolon agar ia diberi jodoh. Tak lama setelah bersemedi, ia pun mendengar suara “martonun” ia pun penasaran lalu pergi melihatnya. Ia sangat terkejut sudah lama ia menetap di Sibisa tak pernah ia melihat orang. Ia pun menyadari bahwa Tuhan telah mengabulkan permintaanya. Perempuan ini di namai Boru Tantan Debata “Titisan Allah” karena Mulajadi Nabolon lah yg mengirimnya buat Datu Pejel. Singkat Cerita Boru Tantan Debata melahirkan seorang Putra menyerupai Kodok. (Bahasa Batak asli Sirasaon). Datu Pejel Tak terima anaknya seperti kodok ia pun membuangnya ke Bara agar mati dipijak kerbau milik mereka yg dikandangkan di Bara. Inilah pertengkaran Pertama antara Datu Pejel dan Boru Tantan Debata. Boru Tantan Debata diam-diam mengambil anaknya dari bara dan di sembunyikan di Para-para rumah mereka.

Setiap kali pulang dari ladang Boru Tantan Debata heran melihat kayu bakar mereka yg di jemur nya sebelum berangkat ke ladang selalu tersusun rapi. Ia pun melakukan pengintaian, siapa gerangan yg melakukan semua itu. Namun Boru Tantan Debata terkejut yg melakukan semua itu adalah seorang bocah yg cukup gagah dan setelah selesai menyusun kayu bakar ia masuk ke dalam rumah. Boru Tantan Debata pulang ke rumah seperti biasa,ia melihat anaknya masih tetap “marruman Sirasaon”. Namun dalam hati Boru Tantan Debata sudah tau bahwa anaknya cukup Tampan.

Saat usia remaja Narasaon pun di pertapakan Datu Pejel di gunung Simanukmanuk (sebelah timur Sibisa-sebelah kiri menuju porsea dari Parapat) sekembalinya dari partapaon di simanukmanuk Datu Pejel menyuruh Narasaon ke Limbong untuk “mangalap boru ni tulang na” Narasaon pun berangkat ke Limbong. Namun setelah sampai di Limbong. Dari Tujuh boru ni Tulangnya tak satu pun yg mau jadi istri Nairasaon karena wajahnya yang seperti kodok. Suatu sore secara kebetulan Paribannya siampudan (boru Tulangnya paling bungsu) melihat Narasaon pergi Mandi. Ia terpesona melihat ketampanan wajah Narasaon. Ia menyadari bahwa wajah Narasaon hanya “RUMANG” (TOPENG). Hari ketiga Narasaon pamit untuk pulang. Namun sebelum pulang Tulangnya mengumpulkan ketujuh borunya. Dan menanya satu per satu dari boru I sampai boru VII. Boru I sampai boru ke VI tidak ada yg bersedia mereka tetap pada pendirian mereka saat pertama ditanyai orang tuanya. Sang Tulang pun menanyai boru siampudan, boru siampudan pun menjawab “Naroa pe paribanki naroangku do i, au ra do gabe parsonduk ni anak ni namboru ki”. Akhirnya Narasaon pun di nikahkan dengan boru siampudan. Mengetahui Narasaon cukup tampan pada saat menjelang pesta pariban Narasaon yg 6 org lagi menuntut kepada orang tuanya kenapa mereka “Dilangkahi” adeknya. Sang Tulang pun menjawab “Hamu do da inang namanjua. Anggi muna do mangoloi, ba moloi nasojadi be sirangan”.

Narasaon kembali ke Sibisa dan menetap di sana. Tiba pada saatnya Istri Narasaon melahirkan. Namun yg dilahirkan berbentuk “Lambutan” (bulat) dan kembar. Mengetahui cucunya seperti itu Datu Pejel Marah dan membuang cucunya ke pansur Napitu. Boru Tantan Debata marah akan sikap suaminya. Ia pun bersumpah tidak akan pernah di kuburkan berdekatan. (Bukti ada sampai saat ini di Sibisa kuburan Datu Pejel dan Boru Tantan Debata dipisahkan lembah kecil).”Ngaduahali di baeon ho hansit rohangku. Di bolongkonko anak ku dohot pahompuku. “Ia pun menghentakkan kakinya,sambil berkata. Ingkon sirang do Tanomanku dohot ho. “Esok hari Boru Tantan Debata pergi ke jurang pansur Napitu untuk mencari cucunya yg di buang Datu Pejel. Ia terkejut mendengar suara tangisan bayi cucunya. Kilat pada malam hari itu diyakininya telah membuka “lambutan cucunya.karena tidak tau siapa yg dulu lahir maka kedua bayi itu di namai Raja Mardopang (bercabang) yakni Raja Mangatur dan Raja Mangarerak.

Narasaon terus menjalankan Tapanya di Simanuk-manuk. Dan tak pernah kembali lagi. Dan bagi pomparan Narasaon “Simanuk-manuk di abadikan dalam Gondang Simanuk-manuk. Sebagai gondang pasiarhon dan gondang jujungan angka Narasaon dan Borunya. Yang sampai saat ini Gondang Ini sangat populer di setiap pesta Narasaon Khususnya Sirait. Simanuk-manuk diabadikan dalam gondang gerak dalam tortor. Sampai saat ini hanya tinggal beberapa orang yg menguasai itu pun orang-orang yg memiliki jujungan.

Diantara mereka berdua (Raja Mangatur dan Raja Mangarerak) tidak tahu siapa si Abangan dan si Adekan sebab lahirnya pun berdampingan.

“Pernah dibuat dalam suatu Pesta adat Nairasaon manortor si Raja Mangarerak didepan tetapi Ogung tak dapat berbunyi dan Raja Mangatur didepan juga Ogung tak berbunyi. Dan dibuatnya Raja Mangarerak dikanan dan Raja Mangatur dikiri barulah bunyi ogung kedengaran. “

“Itulah sebabnya sering disebut Raja Mangarerak Mangatur untuk Raja Mangarerak dan Raja Mangatur Mangarerak untuk si Raja Mangatur.”






*Raja Mangarerak/Br. Pasaribu mempunyai 1 anak, yaitu :
  • ·         Raja Toga Manurung / Br Pasaribu, anaknya 3 orang, yaitu :

1.      Hutagurgur
2.      Hutagaol
3.      Simanoroni

*Raja Mangatur/ Deak Bintang Harugasan Br Sagala dan punya anak 3 orang, yaitu:
  • ·         Raja Toga Sitorus/Pinta Omas Palangki Br Sagala, anaknya 3 orang, yaitu :

1.      Pane
2.      Dori
3.      Boltok

  • ·         Raja Toga Sirait/Manotalan Br Limbong, anaknya 3 orang, yaitu :

1.      Siahaan
2.      Siagian
3.      Nalomloman

  • ·         Raja Toga Butar-butar/Ragi Oloan Br Sinaga, anaknya 3 orang, yaitu :

1.      Simananduk
2.      Siamananti
3.      Huta Gorat

*Boru Similingiling


SUMBER :   




*HORAS*

No comments:

Post a Comment